I. ANATOMI DAN PERSARAFAN PERINEUM
Perineum merupakan bagian permukaan
dari pintu bawah panggul, terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari
otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis. Diafragma urogenitalis
terletak menyilang arkus pubis diatas fascia superfisialis perinei dan terdiri
dari otot-otot transversus perinealis profunda. Diafragma pelvis dibenuk oleh
otot- otot koksigis dan levator ani yang terdiri dari otot penting, yaitu :
m.puborektalis, m.pubokoksigis dan m.iliokoksigis. Susunan otot tersebut
merupakan penyangga dari struktur pelvis, diantaranya lewat urethra, vagina dan
rektum.(1)
Perineum
berbatas sebagai berikut :
1. Ligamentum arkuata dibagian depan
tengah
2. Arkus iskiopubik dan tuber iskii
dibagian lateral depan
3. Ligamentum sakrotuberosum dibagian
lateral belakang
4. Tulang koksigis dibagian belakang
tengah
Daerah
perineum terdiri dari 2 bagian, yaitu :1
1. Regio anal disebelah belakang.
Disini terdapat m.sfingter ani eksterna yang melingkari anus.
2. Regio urogenitalis. Disini terdapat
m.bulbokavernosus, m.transversus perinealis superfisialis dan
m.iskiokavernosus.
Perineal body
merupakan struktur perineum yang terdiri dari tendon dan sebagai tempat
bertemunya serabut-serabut otot tersebut diatas. Persarafan perineum berasal
dari segmen sakral 2,3,4 dari sumsum tulang belakang (spinal cord) yang
bergabung membentuk nervus pudendus.
Syarat ini meninggalkan pelvis melalui foramen
sciatic mayor dan melalui lateral ligamentum sakrospinosum, kembali memasuki pelvis melalui foramen
sciatic minor dan kemudian lewat sepanjang dinding sampai
fossa iliorektal dalam suatu ruang fasial yang disebut
kanalis Alcock. Begitu memasuki kanalis Alcock, n.pudendus terbagi menjadi 3
bagian/cabang utama, yaitu n.hemorrhoidalis inferior di regio
anal, n.perinealis yang juga membagi diri menjadi
n.labialis posterior dan n.perinealis profunda ke bagian anterior dari dasar pelvis dan diafragma urogenital; dan cabang ketiga adalah
n.dorsalis klitoris.(1)
Perdarahan ke perineum sama dengan perjalanan saraf yaitu berasal
dari arteri pudenda interna yang
juga melalui kanalis Alcock dan terbagi menjadi a.hemorrhoidalis inferior, a.perinealis dan a.dorsalis klitoris.(1)
II. RUPTUR
PERINEUM
A. DEFINISI
Ruptur adalah robekan atau koyaknya
jaringan secara paksa (Dorland, 1994). Perineum adalah bagian yang terletak
antara vulva dan anus panjangnya rata-rata 4 cm (Wiknjosastro, 1999).
Klasifikasi ruptur perineum ada 2, yaitu :
1. Ruptur perineum spontan Yaitu luka
pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya
tidak teratur.(2)
Robekan perineum ada 2, yaitu :2
a) Anterior : labia, vagina anterior,
uretra atau klitoris
b) Posterior : dinding posterior vagina, otot
perineum, spincter ani, mukosa rektum.
2. Ruptur perineum yang disengaja
(Episiotomi) Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan
atau perobekan pada perineum.(2)
Episiotomi ialah suatu tindakan
insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina,
cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia
perineum dan kulit sebelah depan perineum.3
A. RUPTUR PERINEUM SPONTAN
Robekan perineum terjadi pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar
panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang
akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan
asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot_otot dan
fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.(4)
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa sehingga kepala janin
terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu
bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.(4)
Faktor-faktor
yang menyebabkan ruptur perineum (Harry Oxorn) :5
Faktor maternal, mencakup :
1. Partus presipitatus yang tidak
dikendalikan dan tidak ditolong (sebab paling sering)
2. Pasien tidak mampu berhenti
mengejan.
3. Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan
dorongan fundus yang berlebihan.
4. Edema dan kerapuhan pada perineum.
5. Varikositas Vulva yang melemahkan
jaringan-jaringan perineum.
6. Arcus pubis sempit dengan pintu
bawah panggul yang sempit pulasehingga menekan kepala bayi ke arah posterior.
7. Perluasan episitomi.
Faktor
janin mencakup :
1. Bayi yang besar
2. Posisi kepala yang abnormal, ex :
presentasi muka
3. Kelahiran bokong
4. Ekstraksi forceps yang sukar
5. Dystocia bahu
6. Anomali kongenital, seperti
hidrocephalus
Tingkat
robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan (2) :
1. Tingkat I : robekan hanya terjadi
pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.
2. Tingkat II : Robekan yang terjadi lebih dalam
yaitu selain mengenai selaput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei
transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani
3. Tingkat III : Robekan yang terjadi
mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani.
4. Tingkat IV : Robekan mengenai
perineum sampai otot sfingter ani dan mukosa rectum
B. RUPTUR PERINEUM DISENGAJA (
EPISIOTOMI)
Penyembuhan luka perineum akan lebih
sempurna bila pinggirnya lurus dan otot- otot mudah dijahit. Pada persalinan
spontan sering terjadi robekan perineum yang merupakan luka dengan pinggir yang
tidak teratur. Hal ini akan menghambat penyembuhan penyembuhan per primam
sesudah luka dijahit. Oleh karena itu, dan juga untuk melancarkan jalannya
persalinan, dapat dilakukan insisi pada perineum pada saat kepala janin tampak
dari luar dan mulai meregangkan perineum.4
Dengan cara episiotomi, maka robekan
perineum, regangan otot-otot dan fasia pada dasar panggul, prolapsus uteri,
stress incontinence, serta perdarahan dalam tengkorak janin dapat dihindarkan.
Luka episiotomi lebih mudah dijahit daripada robekan.4
a. Jenis Episiotomi:
Sayatan
episiotomi umumnya menggunakan gunting khusus, tetapi dapat juga sayatan dilakukan
dengan pisau. Berdasarkan lokasi sayatan maka dikenal 4 jenis episiotomi yaitu:
1) Episiotomi medialis
Sayatan
dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak
sampai mengenai serabut sfingter ani. Keuntungan dari episiotomi medialis ini
adalah : perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena
merupakan daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah. sayatan
bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan
penyembuhan lebih memuaskan. Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei
tingkat III inkomplet (laserasi m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding
rektum).
2) Episiotomi mediolateralis
Sayatan
disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang
dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri,
tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira2 4 cm.
Sayatan disini sengaja dilakukan
menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perinei tingkat III.
Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh
darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar.
Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai
hasilnya harus simetris.
3) Episiotomi lateralis
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau
9 menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi,
oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana
terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan
yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang
mengganggu penderita.
4)
Insisi Schuchardt
Jenis ini
merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya melengkung
ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar.
C. Indikasi episiotomy.
Indikasi episiotomi dapat berasal
dari faktor ibu maupun faktor janin. Indikasi ibu antara lain adalah:
1) Primigravida umumnya
2) Perineum kaku dan riwayat robekan
perineum pada persalinan yang lalu
3) Apabila terjadi peregangan perineum
yang berlebihan misalnya pada persalinan sungsang, persalinan dengan cunam,
ekstraksi vakum dan anak besar
4) Arkus pubis
yang sempit
Indikasi janin antara lain adalah:
1)
Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah
terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
2)
Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi,
janin besar.
3)
Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II
seperti pada gawat janin, tali pusat menumbung.
D. Kontra indikasi.
Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah :
Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah :
a. Bila persalinan tidak berlangsung
pervaginam
b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya
perdarahan yang banyak seperti penyakit kelainan darah maupun terdapadatnya
varises yang luas pada vulva dan vagina.
E. TEKNIK PENJAHITAN
a. Teknik Episiotomi Medialis
Pada
teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas
atas otot-otot sfingter ani.
Cara anestesi yang dipakai adalah cara
anestesi iniltrasi antara lain dengan larutan procaine 1%-2%; atau larutan
lidonest 1%-2%; atau larutan xylocaine 1%-2%. Setelah pemberian anestesi,
dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting yang tajam dimulai dari bagian
terbawah introitus vagina menuju anus, tetapi tidak sampai memotong pinggir
atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan. Bila kurang lebar disambung ke lateral (episiotomi mediolateralis).
Untuk menjahit luka
episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri dan
kanan dirapatkan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan
beberapa jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit pula
dengan beberapa jahitan. Terakhir kulit perineum dijahit
dengan empat atau lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus (interrupted suture) atau secara jelujur (continous
suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia
dan selaput lendir adalah catgut khromik, sedangkan untuk
kulit perineum dipakai benang sutera.
Keterangan :
1)
Otot perineum kiri dan kanan
dijahit dan dirapatkan
2)
Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan
dirapatkan
3)
Selaput lendir vagina dijahit
4)
Kulit perineum dijahit dengan
benang sutera
b. Teknik Episiotomi Mediolateralis
Pada teknik ini insisi dimulai dari
bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah
insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada
kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm.
Teknik menjahit luka pada episiotomi
mediolateralis hampir sama dengan teknik menjahit episiotomi medialis.
Penjahitan dilakukan sedemkian rupa sehingga setelah penjahitan selesai
hasilnya harus simetris.
1) Menjahit jaringan otot-otot dengan
jahitan terputus-putus
2) Benang jahitan pada otot-otot
ditarik
3) Selaput lendir vagina dijahit
4) Jahitan otot-otot diikatka
5) Fasia dijahit
6) Penutupan fasia selesai
7) Kulit dijahit
c. Teknik Episiotomi Lateralis3
Pada
teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3
atau jam 9 menurut arah jarum jam.
Teknik ini sekarang tidak dilakukan
lagi oleh karena banyak memimbulkan komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar
ke arah dimana terdapat pembuluh darah pundendal interna, sehingga dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat
menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.
III. TEKNIK MENJAHIT ROBEKAN PERINEUM
III.1.
PERALATAN MENJAHIT PERINEUM
a. Gorden dan sarung tangan steril
b. Solusi irigasi
c. Needle holder
d.
Metzenbaum gunting
e. Jahitan gunting
f. Gunting tang dengan gigi
g. Klem Allis
h. Gelpi atau deaver retractor ( untuk
digunakan dalam memvisualisasikan derajat ketiga
i.
atau keempat robekan perineum, atau dalam robekan vagina)
j.
10 ml suntik dengan 22 gauge
k. 1% lidokain ( xylocaine )
l.
3-0 jahitan polyglactin 910 ( vicryl ) jahitan di CT-1 jarum
( untuk jahitan mukosa
m. vagina )
n. 3-0 jahitan pada polyglactin 910
CT-1 jarum ( untuk jahitan otot perineum )
o. 4-0 polyglactin SH 910 pada jarum
jahit ( untuk jahitan kulit )
p. 2-0 polydioxanone sulfat (PDS)
jahitan di CT-1 jarum ( untuk jahitan eksternal
q. sfingter anal )
III.2.
TEKNIK MENJAHIT ROBEKAN PERINEUM
1. Tingkat I :
Penjahitan robekan perineum tingkat
I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur
(continous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight).
2. Tingkat II :
Pada robekan perineum tingkat II,
setelah diberi anestesi lokal otot-otot diafragma urogenitalis dihubungkan di
garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum
ditutup dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan dibawahnya.
Jahitan mukosa vagina : jahit mukosa
vagina secara jelujur dengan catgut kromik 2-0. Dimulai dari sekitar 1 cm di
atas puncak luka di dalam vagina sampai pada batas vagina.
Jahitan otot perineum : lanjutkan jahitan
pada daerah otot perineum sampai ujung luka pada perineum secara jelujur dengan
catgut kromik 2-0. Lihat ke dalam luka untuk mengetahui letak ototnya. Penting
sekali untuk menjahit otot ke otot agar tidak ada rongga diantaranya.
Jahitan kulit : carilah lapisan
subkutikuler persis di bawah lapisan kulit. Lanjutkan dengan jahitan
subkutikuler kembali ke arah batas vagina, akhiri dengan simpul mati pada
bagian dalam vagina.
3. Tingkat III :
Sebelum dilakukan penjahitan pada
robekan perineum tingkat II maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir robekan
yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus
diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing
diklem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru
dilakukan penjahitan luka robekan.
Jahitan sfingter ani : jepit otot
sfingter dengan klem Allis atau pinset. Tautkan ujung otot sfingter ani dengan
2-3 jahitan benang kromik 2-0 angka 8 secara interuptus. Larutan antiseptik pada
daerah robekan. Reparasi mukosa vagina, otot perineum dan kulit.
4.
Tingkat IV :
Mula-mula dinding depan rektum yang
robek dijahit. Kemudian fasia perirektal dan
fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu
kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem
dengan Pean lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga
bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit
robekan perineum tingkat II.3,4
III.3.
PERAWATAN PASCA TINDAKAN
a. Apabila terjadi robekan tingkat IV
(robekan sampai mukosa rektum), berikan antibiotic profilaksis dosis tunggal.
Ampisilin 500 mg peroral danMetronidazol 500 mg peroral. Observasi tanda-tanda infeksi. Jangan lakukan
pemeriksaan rektal atau enema selama 2 minggu.
b. Penggunaan sitz mandi dan analgesik
seperti ibuprofen. Jika rasa sakit yang berlebihan pada hari-hari setelah pasca
tindakan harus segera diperiksa, sebab rasa sakit merupakan tanda-tanda infeksi
didaerah perineum.
c. Penderita diberi makanan yang tidak
mengandung selulosa mulai dari hari kedua diberi parafinum liquidum sesendok
makan 2 kali sehari dan jika perlu pada hari ke 6 diberi klisma minyak.
III.4.
KOMPLIKASI JIKA ROBEKAN PERINEUM DIBIARKAN
Jika robekan tingkat III tidak diperbaiki dengan baik,
pasien dapat menderita gangguan defekasi dan flatus. Jika robekan rektum tidak
diperbaiki, dapat terjadi infeksi dan fistula rektovaginal.
III.5.
PENANGANAN KOMPLIKASI
Jika terdapat hematoma, darah
dikeluarkan. Jika tidak ada tanda infeksi dan perdarahan sudah berhenti,
lakukan penjahitan. Jika terdapat infeksi, buka dan drain luka. Berikan
Ampisilin 500 mg peroral tiga kali sehari selama 5 hari danMetronidazol 400 mg
peroral tiga kali sehari selama 5 hari. Jika infeksi mencapai otot dan terdapat
nekrosis, lakukan debridemen dan berikan antibiotika secara kombinasi sampai
pasien bebas demam 48 jam. Penisilin G 2 juta unit setiap 6 jam IV. Ditambah
Gentamisin 5 mg/kgBB setiap 24 jam IV.DitambahMetronidazol 500 mg peroral
setiap 8 jam IV
Sesudah pasien bebas demam selama 48
jam berikan : Ampisilin 500 mg peroral empat kali sehari selama 5 hari. DitambahMetronidazol
400 mg peroral tiga kali sehari selam 5 hari. Luka dapat dijahit bila telah
tenang, 2-4 minggu kemudian. Fistula rektovaginal perlu dilakukan bedah
rekonstruksi 3 bulan atau lebih pasca Persalinan
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bonica, John J. Principles and Practice of Obstetric
Analgesia and Anesthesia, FA Davis Co.
Philadelphia, 2nd ed, 1995; 501-513.
2.
http://askep-askeb.cz.cc/2010/01/kti-kebidanan-studi-korelasi-berat.html
3.
Wiknjosastro H,
Saifuddin Abdul B, Rachimhadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Indonesia: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2007.h.170-176.
4.
Wiknjosastro H,
Saifuddin Abdul B, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Indonesia: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2005.h.665-666;882-884.
5.
http://askep-askeb.cz.cc/2010/03/rupture-perineum.html
6.
http://blog.ilmukeperawatan.com/episiotomi-definisiindikasi-dan-kontra-indikasi-
episiotomy.html
7.
Cunningham FG,Mac
Donald PC, Gan NF et al. Williams Obstetrics, 20 th ed. Appleton and Lange, 1997; 342-345
8. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.aa
fp.org/afp/20031015/1585.html
9. Saifuddin Abdul B, Wiknojosastro Gulardi H,
Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan Praktis Pelayanan KesehatanMaternal
dan Neonatal Indonesia : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2006.h.P-19;P-50-P51.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar