BAB II
PEMBAHASAN
2.1 MALARIA
2.1.1 DEFINISI
Malaria dalah
penyakit
yang disebabkan oleh parasit malaria yang merupakan
golongan Plasmodium.
Parasit protozoa penyebab penyakit malaria ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Protozoa parasit jenis ini banyak sekali tersebar di wilayah tropis dan
subtropis terutama di daerah yang berhutan dan mempunyai iklim basah, seperti di Amerika, Asia
dan Afrika.
2.1.2 TANDA-TANDA DAN GEJALA PENYAKIT MALARIA
Menurut
berat-ringannya tanda-tanda dan gejalanya, gejala malaria dapat dibagi menjadi 2
jenis:
a. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)
Meskipun disebut malaria ringan,
sebenarnya gejala yang dirasakan penderitanya cukup menyiksa. Gejala malaria
yang utama yaitu: demam dan
menggigil, juga dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot
atau pegal-pegal.
Gejala-gejala
yang timbul dapat bervariasi tergantung daya tahan tubuh penderita dan gejala spesifik
dari mana parasit berasal. Gejala
malaria ini terdiri dari tiga stadium berurutan yang disebut trias
malaria, yaitu :
1. Stadium dingin (cold
stage)
berlangsung kurang kebih 15 menit
sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi
gemeretak, denyut nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat
kebiru-biruan (sianotik),
kulit kering dan terkadang disertai muntah.
2. Stadium demam (hot stage)
berlangsung lebih dari 2 hingga 4 jam.
Penderita merasa kepanasan (fever). Muka merah, kulit kering, sakit kepala dan
sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali, merasa sangat haus dan suhu
tubuh dapat meningkat hingga 41oC atau lebih. Pada anak-anak, suhu tubuh yang
sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang.
3. Stadium berkeringat (sweating
stage)
berlangsung lebih dar 2 hingga 4
jam. Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu tubuh kembali turun,
kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah itu biasanya penderita
beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah
tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan
sehari-hari.
b.
Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)
Penderita
dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya ditemukan parasit
malaria melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi atau Rapid
Diagnostic Test (RDT) dan disertai memiliki satu atau beberapa
gejala/komplikasi berikut ini:
·
Gangguan
kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai penurunan kesadaran
lebih ringan dengan manifestasi seperti: mengigau, bicara salah, tidur terus,
diam saja, tingkah laku berubah)
·
Keadaan umum
yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
·
Kejang-kejang
·
Panas sangat
tinggi
·
Mata atau
tubuh kuning
·
Tanda-tanda
dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,
produksi air seni berkurang) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
·
Nafas cepat
atau sesak nafas
2.1.3
MASA INKUBASI
Masa
inkubasi dapat terjadi pada :
a.
Masa inkubasi pada manusia (intrinsik)
Masa inkubasi bervariasi pada
masing-masing Plasmodium. Masa inkubasi pada inokulasi darah lebih pendek dari
infeksi sporozoid. Secara umum masa inkubasi Plasmodium falsiparum adalah 9
sampai 14 hari, Plasmodium vivax adalah 12 sampai 17 hari, Plasmodium ovale
adalah 16 sampai 18 hari, sedangkan Plasmodium malariae bisa 18 sampai 40 hari.
Infeksi melalui transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah
parasit yang masuk dan biasanya bisa sampai kira-kira 2 bulan.
b.
Masa inkubasi pada nyamuk (ekstrinsik)
Setelah darah masuk kedalam usus
nyamuk maka protein eritrosit akan dicerna oeleh enzim tripsin kemudian oleh
enzim
aminopeptidase dan selanjutnya
karboksipeptidase, sedangkan komponen karbohidrat akan dicerna oleh
glikosidase. Gametosit yang matang dalam darah akan segera keluar dari
eritrosit selanjutnya akan mengalami proses pematangan dalam usus nyamuk untuk
menjadi gamet (melalui fase gametogenesis). Adapun masa inkubasi atau lamanya
stadium sporogoni pada nyamuk adalah Plasmodium vivax 8-10 hari, Plasmodium
palsifarum 9-10 hari, Plasmodium ovale 12-14 hari dan Plasmodium malariae 14-16
hari.
2.1.4 FAKTOR YANG BERINTERAKSI DALAM
KEJADIAN DAN PENULARAN PENYAKIT MALARIA
Gambar 4. Triad Epidemiologi Penyakit Malaria
(Diadaptasi dari www.google.com)
Beberapa faktor yang berinteraksi dalam kejadian dan penularan penyakit
malaria, antara lain:
a.Faktor Host (Manusia)
Secara umum
dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat terkena penyakit malaria. Perbedaan
prevalensi menurut umur dan jenis kelamin karena berkaitan dengan perbedaan tingkat
kekebalan dan frekuensi keterpaparan gigitan nyamuk. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kerentanaan seseorang adalah
1. Ras atau suku bangsa. Di Afrika, apabila
prevalensi hemoglobin S (HbS) cukup tinggi, penduduknya lebih rentan terhadap
infeksi P.falcifarum. penyelidikan
terakhir menunjukkan bahwa HbS menghambat P.falcifarum
baik sewaktu invasi maupun berkembang biak.
2. Kurangnya suatu enzim tertentu. Kurangnya
enzim G6PD (Glucosa 6-Phosphat
Dehydrogenase) memberikan perlindungan terhadap infeksi P.Falcifarum yang berat. Walaupun
demikian, kurangnya enzim ini merugikan ditinjau dari segi pengobatan dengan
golongan Sulfonamid dan Primakuin oleh karena dapat terjadi hemolisis darah.
Defisiensi enzim G6PD ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama
pada perempuan.
3. Kekebalan pada manusia terjadi apabila
tubuh mampu menghancurkan Plasmodium yang masuk atau menghalangi
perkembangannya6,8.
b. Faktor Agent (Plasmodium)
Penyakit
malaria adalah suatu penyakit akut atau sering kronis yang disebabkan oleh
parasit genus plasmodium (Class Sporozoa). Sifat-sifat spesifik parasit
berbeda-beda untuk setiap spesies malaria dan hal ini mempengaruhi terjadinya
manifestasi klinis dan penularan.
c. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang
cukup ideal mendukung keberadaan penyakit malaria di Indonesia, antara lain:
lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan, ketinggian, angin),
lingkungan biologik dan lingkungan sosial-budaya.
2.1.5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM MALARIA
Jenis
pemeriksaan untuk penegakan diagnosis penyakit malaria ada beberapa, namun
hingga saat ini metode yang masih dianggap sebagai standar emas (gold
standart) adalah menemukan parasit Plasmodium dalam darah. Beberapa jenis
metode pemeriksaan parasit Plasmodium ini diantaranya :
1.
Pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan
mikroskopis ini dilakukan untuk menemukan parasit Plasmodium secara visual dengan
melakukan identifikasi langsung pada sediaan darah penderita. Pemeriksaan
mikroskopis ini sangat bergantung pada keahlian pranata laboratorium (analis
kesehatan) yang melakukan identifikasi. Teknik pemeriksaan inilah yang masih
menjadi standar emas dalam penegakan diagnosis penyakit malaria.
Termasuk
di dalam jenis pemeriksaan mikroskopis ini adalah pemeriksaan QBC (Quantitative
Buffy Coat). Pada pemeriksaan QBC dilakukan pewarnaan fluorescensi dengan
Acridine Orange yang memberikan warna spesifik terhadap eritrosit yang
terinfeksi oleh parasit Plasmodium. Plasmodium akan mengikat zat warna Acridine
Orange sehingga dapat dibedakan dengan sel lain yang tidak terinfeksi.
Kelemahan teknik ini adalah tidak dapat membedakan spesies dan tidak dapat
melakukan hitung jumlah parasit. Selain itu juga reagensia yang digunakan
relatif mahal dibandingkan pewarna Giemsa yang sering kita gunakan sehari-hari
untuk pewarnaan rutin sediaan malaria.
2.
Pemeriksaan immunoserologis.
Pemeriksaan
secara immunoserologis dapat dilakukan dengan melakukan deteksi antigen maupun
antibodi dari Plasmodium pada darah penderita.
a.
Deteksi antigen spesifik.
Teknik ini
menggunakan prinsip pendeteksian antibodi spesifik dari parasit Plasmodium yang
ada dalam eritrosit. Beberapa teknik yang dapat dipilih diantaranya adalah :
- Radio immunoassay
-
Enzym immunoassay
- Immuno cromatography
Penemuan
adanya antigen pada teknik ini memberikan gambaran pada saat dilakukan
pemeriksaan diyakini parasit masih ada dalam tubuh penderita. Kelemahan dari
teknik tersebut adalah tidak dapat memberikan gambaran derajat parasitemia.
b.
Deteksi antibodi.
Teknik
deteksi antibodi ini tidak dapat memberikan gambaran bahwa infeksi sedang
berlangsung. Bisa saja antibodi yang terdeteksi merupakan bentukan reaksi
immunologi dari infeksi di masa lalu. Beberapa teknik deteksi antibodi ini
antara lain :
- Indirect
Immunofluoresense Test (IFAT)
-
Latex Agglutination Test
- Avidin
Biotin Peroxidase Complex Elisa
3.
Sidik DNA.
Teknik ini
bertujuan untuk mengidentifikasi rangkaian DNA dari tersangka penderita.
Apabila ditemukan rangkaian DNA yang sama dengan rangkaian DNA parasit
Plasmodium maka dapat dipastikan keberadaan Plasmodium. Kelemahan teknik ini
jelas pada pembiayaan yang mahal dan belum semua laboratorium bisa melakukan
pemeriksaan ini.
2.1.6
PENGOBATAN
Pengobatan dan Pencegahan
Penyakit Malaria Memutus rantai penularan dengan memilih mata rantai yang
paling lemah. Mata rantai tersebut adalah penderita dan nyamuk malaria. Seluruh
penderita yang memiliki tanda-tanda malaria diberi pengobatan pendahuluan
dengan tujuan untuk menghilangkan rasa sakit dan mencegah penularan selama 10
hari. Bagi penderita yang dinyatakan positif menderita malaria setelah diuji di
laboratorium, akan diberi pengobatan secara sempurna. Bagi orang-orang yang
akan masuk ke daerah endemis malaria seperti
para calon transmigran, perlu diberi obat pencegahan.
Obat – obat antimalaria,diantaranya :
Obat – obat antimalaria,diantaranya :
1.
Klorokuin
Klorokuin adalah
bentuk sintetik 4-aminokuinolin, diproduksi dalam bentuk garam fosfat untuk
pemberian secara oral. Ekskresi klorokuin melalui urin dengan mas paruh 3-5
hari, namun waktu paruh eliminasi terminal mencapai 1-2 bulan. Klorokuin
bersifat skizontosida darah yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium
pafa manusia dan gametosida terhadap P.vivax, P.ovale dan P.malariae. Mekanisme
kerja klorokuin adalah menghambat polimerisasi produk sisa hemoglobin (heme)
menjadi hemozoin di dalam vakuol pencernaan parasit sehingga menghilangkan
toksisitas parasit karena pembentukan heme bebas.
2.
Kina dan Kuinidin
Kina mulai dipakai
sebagai OAM sejak tahun 1632. Obat ini merupakan alkaloid kinkona yang dibuat
dari ekstrak pohon kinkona di Amerika Selatan. Kuinidin adalah dekstrorotatori
stereoisomer dari kina. Mekanisme kerja kina sebagai OAM belum sepenuhnya
dipahami, diduga menghambat detoksifikasi heme parasit dalam vakuola makanan.
3.
Proguanil
Proguanil adalah suatu biguanid yang
dimetabolisme dalam tubuh (melalui enzim CYP2C19) menjadi bentuk aktif
sikloguanil. Sikloguanil menghambat pembentukan asam folat dan asam nukleat,
bersifat skizontosida darah yang bekera lambat, skizontosida jaringan terhadap
P.falcifarum, P.vivax, P.ovale, dan sporontosida.
4.
Tetrasiklin
Tetrasiklin bersifat skizontosida
darah untuk semua spesies plasmodium yang bekerja lambat, skizontosida jaringan
untuk P.falcifarum.
5.
Klindamisin
Obat ini menghambat fase awal
sintesis protein. Klindamisin bersifat skizontosida darah yang bekerjalambat
terhadap P.falciparum dan harus diberikan dalam kombinasi dengan OAM lain
seperti kina atau klorokuin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar